Senin, 06 Oktober 2014

Peran City Changer


Penggiat Permukiman Berkelanjutan menjadi titik terang dan harapan baru bagi terwujudnya kawasan permukiman/kota yang lebih berkualitas. Penggiat Permukiman Berkelanjutan, yang sebelumnya dikenal dengan nama City Changer, merupakan sebuah gerakan global membagikan dan menyebarkan berbagai prakarsa individu, publik dan badan usaha guna; sebuah kampanye yang bertujuan menciptakan kesadaran masyarakat akan isu permukiman/perkotaan demi mencapai kota yang lebih baik.
Hal itu ditegaskan oleh Direktur Jenderal Cipta Karya Imam S. Ernawi dalam acara Martikulasi Calon Penggiat Permukiman Berkelanjutan di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta Pusat, pada Senin, 29 September 2014. "Saya berharap, mudah-mudahan peran City Changer dapat mendukung tercapainya visi 100-0-100 dalam mewujudkan permukiman layak huni dan berkelanjutan," katanya, di hadapan sekira 100 orang Penggiat Permukiman Berkelanjutan dari seluruh Indonesia. Acara juga diikuti oleh jajaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, perwakilan dari program pemberdayaan masyarakat yang berada di bawah Ditjen Cipta Karya, termasuk PNPM Mandiri Perkotaan.

Direktur Jenderal Cipta Karya Imam S. Ernawi memberi pengarahan kepada para Penggiat Permukiman Berkelanjutan
Menurut Imam, ada tujuh komponen utama dalam mewujudkan pengembangan kota yang berkelanjutan: Pertama, a resilient city. Menyiapkan kota untuk berubah, mengelola keberagaman, berketahanan, dan bertindak mengurangi risiko. Urbanisasi dan pembangunan hanya dapat berkelanjutan bila dapat beradaptasi untuk kebutuhan masa kini, depan, dan risikonya, serta tahan terhadap konsekuensi perubahan iklim atau bencana alam. Pemberdayaan kota dan komunitasnya untuk merencanakan dan mengelola keberagaman secara efektif adalah mendasar.
Kedua, a green city. Membangun kota yang ramah lingkungan dan efisien karbon. Kota hijau mempromosikan pembangunan berkelanjutan melalui lingkungan binaan yang efisien karbon. Cara kita merencanakan dan mendesain kota akan mempunyai implikasi yang signifikan terhadap seberapa jauh akan berketahanan, efisien sumberdaya dan pro lingkungan. Dalam hal ini, Ruang Terbuka Hijau (RTH) 30% harus dicapai, selain atribut kota hijau lainnya.
Ketiga, a safe and healthy city. Membuat permukiman/kota yang lebih aman dan sehat. Sebuah permukiman/kota yang mampu menjawab berbagai tantangan dampak urbanisasi, sekaligus harus layak huni agar mampu mendayagunakan potensi-potensi untuk solusi berkelanjutan.
Keempatan inclusive city. Membangun kawasan permukiman/kota yang inklusif secara sosial, akesesibel, pro poor dan sensitif gender. Pembangunan yang berkeadilan sosial penting guna menciptakan masa depan perkotaan yang berkelanjutan. Berbagai tantangan urbanisasi akan menuntut infrastruktur, proses pembangunan yang inklusif dan pro poor, serta sensitif gender. Karena, kota yang inklusif akan memberikan hak yang sama bagi warga untuk mengambil peran bagi keuntungan kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar