Penggiat Permukiman Berkelanjutan
menjadi titik terang dan harapan baru bagi terwujudnya kawasan permukiman/kota
yang lebih berkualitas. Penggiat Permukiman Berkelanjutan, yang sebelumnya
dikenal dengan nama City Changer, merupakan sebuah gerakan global
membagikan dan menyebarkan berbagai prakarsa individu, publik dan badan usaha
guna; sebuah kampanye yang bertujuan menciptakan kesadaran masyarakat akan isu
permukiman/perkotaan demi mencapai kota yang lebih baik.
Hal itu ditegaskan oleh Direktur
Jenderal Cipta Karya Imam S. Ernawi dalam acara Martikulasi Calon Penggiat
Permukiman Berkelanjutan di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta Pusat, pada Senin,
29 September 2014. "Saya berharap, mudah-mudahan peran City Changer
dapat mendukung tercapainya visi 100-0-100 dalam mewujudkan permukiman layak
huni dan berkelanjutan," katanya, di hadapan sekira 100 orang Penggiat
Permukiman Berkelanjutan dari seluruh Indonesia. Acara juga diikuti oleh
jajaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum,
perwakilan dari program pemberdayaan masyarakat yang berada di bawah Ditjen
Cipta Karya, termasuk PNPM Mandiri Perkotaan.
Direktur Jenderal Cipta Karya Imam
S. Ernawi memberi pengarahan kepada para Penggiat Permukiman Berkelanjutan
Menurut Imam, ada tujuh komponen
utama dalam mewujudkan pengembangan kota yang berkelanjutan: Pertama, a
resilient city. Menyiapkan kota untuk berubah, mengelola keberagaman,
berketahanan, dan bertindak mengurangi risiko. Urbanisasi dan pembangunan hanya
dapat berkelanjutan bila dapat beradaptasi untuk kebutuhan masa kini, depan,
dan risikonya, serta tahan terhadap konsekuensi perubahan iklim atau bencana
alam. Pemberdayaan kota dan komunitasnya untuk merencanakan dan mengelola
keberagaman secara efektif adalah mendasar.
Kedua, a green city. Membangun kota yang ramah lingkungan
dan efisien karbon. Kota hijau mempromosikan pembangunan berkelanjutan melalui
lingkungan binaan yang efisien karbon. Cara kita merencanakan dan mendesain
kota akan mempunyai implikasi yang signifikan terhadap seberapa jauh akan
berketahanan, efisien sumberdaya dan pro lingkungan. Dalam hal ini, Ruang
Terbuka Hijau (RTH) 30% harus dicapai, selain atribut kota hijau lainnya.
Ketiga, a safe and healthy city. Membuat permukiman/kota
yang lebih aman dan sehat. Sebuah permukiman/kota yang mampu menjawab berbagai
tantangan dampak urbanisasi, sekaligus harus layak huni agar mampu
mendayagunakan potensi-potensi untuk solusi berkelanjutan.
Keempat, an inclusive city. Membangun kawasan
permukiman/kota yang inklusif secara sosial, akesesibel, pro poor dan
sensitif gender. Pembangunan yang berkeadilan sosial penting guna
menciptakan masa depan perkotaan yang berkelanjutan. Berbagai tantangan
urbanisasi akan menuntut infrastruktur, proses pembangunan yang inklusif dan
pro poor, serta sensitif gender. Karena, kota yang inklusif akan
memberikan hak yang sama bagi warga untuk mengambil peran bagi keuntungan kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar