Jumat, 07 November 2014

Satya Abipura menyampaikan tentang Keberlanjutan PNPM Mandiri

ini ada sedikit bahan bacaan buat teman2 fasilitator......Peningkatan Peran Daerah dalam PKPM: Mengawal Desa Berdikari di Tujuh Penjuru Jawa Tengah
17 September 2014

Pembukaan workshop oleh Pamuji Lestari, Asisten Deputi Urusan Pemberdayaan Masyarakat Kemenko Kesra
Jawa Tengah memimpin langkah awal Penanggulangan Kemiskinan berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PKPM) dengan landasan amanat UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Menindaklanjuti gerakan nasional pemberdayaan masyarakat yang dicetuskan di Jawa Tengah, Workshop Peningkatan Peran Daerah dalam Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PKPM) digelar di Semarang, Jawa Tengah pada 26-27 Agustus 2014.
Katiman Kartowinomo, Kabid Pengarusutamaan Kebijakan Kemenko Kesra mengungkapkan workshop ini bertujuan untuk menyusun kesepakatan dan rencana aksi PKPM sekaligus mendukung implementasi UU Desa. Workshop ini juga menyepakati pembagian peran untuk pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Lokasi pilot PKPM akan berlangsung di Banjarnegara, Banyumas, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Purbalingga, dan Wonosobo.
Pamuji Lestari, Asisten Deputi Urusan Pemberdayaan Masyarakat Kemenko Kesra berharap PNPM Mandiri jangan sampai lepas setelah ada Undang Undang Desa. Kehadiran UU Desa justru menjadi legitimasi yang menguatkan PNPM Mandiri dari sisi pelaksanaan.
Mengenai keberlanjutan PNPM Mandiri, Wakil Presiden Boediono dalam rapat terbatas mengarahkan PNPM Mandiri menjadi mekanisme transisi UU Desa. Pamuji mengingat nilai PNPM Mandiri sudah diserap menjadi pasal dalam UU Desa. Memastikan keberlanjutan Program Pemberdayaan Masyarakat dapat dilakukan dengan melembagakan kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam tata kelola desa. Program Pemberdayaan Masyarakat selanjutnya tidak lagi harus menjadi satu kegiatan Kementerian.
Ciri pokok dan kunci keberhasilan PNPM Mandiri menjadi muatan UU Desa. Ini tampak pada sisi pendampingan masyarakat (Pasal 90, 112, 113, 114, 115), partisipasi (Pasal 74), pengorganisasiaan masyarakat (Pasal 94), transparansi dan akuntabilitas (Pasal 68, 82, 86), masyarakat memilih pengelola kegiatan (Pasal 68 d), perspektif gender (Pasal 3, 78), alokasi anggaran langsung ke masyarakat (Pasal 72, 74), dan swakelola (Pasal 81)
Dalam pemaparannya, Pamuji mengungkapkan pelaksanaan UU Desa dibangun atas dua konsep: pembangunan desa (skala lokal) dan pembangunan kawasan perdesaan (skala antardesa). Pengaturan Tata Kelola Pembangunan Desa berdasarkan prinsip “Satu Desa, Satu Perencanaan, Satu Anggaran”.
“Ayo kita sama-sama keroyok desa! Keroyokan ini harus kita pahami sebagai berbasis rencana aksi. Bukan berbasis alokasi anggaran dan kecepatan penyerapan,” ujar Sekretaris Pokja Pengendali PNPM Mandiri ini.
Menanggulangi Jejak Kemiskinan Jawa Tengah
Dalam paparan Herru Setiadhie, Kepala Bappeda Provinsi Jawa Tengah, menunjukkan kemiskinan menjadi permasalahan teratas dalam prioritas Jawa Tengah yang harus segera ditangani. Berdasarkan data Bappeda Jawa Tengah yang mengolah juga data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Resmi Statistik (BRS) Maret 2014, bencana banjir pada awal 2014 memompa kenaikan tingkat kemiskinan Jawa Tengah menjadi 14,46 persen dari 14,44 persen pada periode September 2013. Banjir mengakibatkan gagal panen dan tersendatnya distribusi.
Pengangguran menempati posisi kedua dalam masalah yang melanda Jawa Tengah. Berdasarkan data olahan, BPS, dan BRS Februari 2014, jumlah penganggur di Jawa Tengah berada di posisi kedua tertinggi setelah Jawa Barat untuk tingkat se-provinsi Jawa dan Bali. Pengangguran terbuka mencapai 5,45 persen atau 965,4 ribu jiwa.
“Yang jadi pertanyaan, bisa nggak angka ini ditemukan di tempat masing-masing? Saya yakin itu kerja keras kita bersama. Karena ini baru angka. Lain dengan PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) yang by name by address (berdasarkan nama dan alamat). Dimana domisilinya? Bagaimana posisinya? Kita cari!” cetus Herru.
Berdasarkan basis data terpadu PPLS 2011, terdapat 1.356 desa yang masuk dalam prioritas tinggi dalam penanggulangan kemiskinan. Herru menyorot masalah 1.024.076 rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas buang air besar. Dari segi infrastruktur, ada 1.723.500 rumah tangga yang masih menempati rumah tidak layak huni. Bahkan, 36.610 rumah tangga belum menikmati listrik.
Kehadiran PNPM Mandiri menjadi strategi untuk mewujudkan sinergitas program penanggulangan kemiskinan antara pusat dan daerah. Fokus dalam penanggulangan kemiskinan diutamakan pada sektor pertanian dalam arti luas dan UMKM dengan dukungan pembangunan infrastruktur.
Salah satu cara menanggulangi masalah kemiskinan desa ini bisa dengan memanfaatkan UU Desa. Tapi, Herru mengingatkan tentang rentang waktu yang singkat dalam menyiapkan implementasi UU Desa yang dimulai 2015.
“Tiga bulan ini fokus mengajari perangkat desa menyusun perencanaan, penerapan, dan mengkolaborasikan dana lokal, dana dari pemerintah di atasnya, dan khusus dana desa. Kita bareng-bareng menyiapkan pola perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban,” saran Herru.
Sinergi Peran PNPM Mandiri
Hasil pelaksanaan PNPM Mandiri di tujuh Kabupaten/ Kota Jawa Tengah menjadi basis data persiapan pilot PKPM. Misalnya, dari total 269 desa di Cilacap, PNPM Mandiri Perdesaan telah menyentuh desa miskin kategori tinggi sebanyak 51 desa atau 18,95 persen. Penduduk miskin Kabupaten Cilacap tahun 2012 sebanyak 260, 90 ribu orang atau 15,92 persen turun menjadi 281,95 ribu orang atau 17,15 persen. Penurunan 21,05 ribu orang atau 1,23 persen mengindikasikan peran signifikan PNPM dalam mendukung penanggulangan kemiskinan.
PNPM Mandiri telah menyentuh desa-desa miskin di tujuh Kabupaten/ Kota. Di Banyumas, PNPM Mandiri telah berjalan di 57 desa miskin kategori tinggi atau 21,11 persen dari total 301 desa. Di Purbalingga, ada 38 desa miskin kategori tinggi dari total 278 desa yang ada. Di Kabupaten Purworejo, ada 50 desa miskin kategori tinggi atau 10,75 persen dari total 469 desa. Untuk Kabupaten Kebumen, ada 62 desa atau 14,22 persen. Kabupaten Wonosobo dilaksanakan di 37 desa atau 15,68 persen desa miskin prioritas tinggi. Banjarnegara memegang PNPM di 57 desa miskin kategori tinggi.
“Masing-masing Kabupaten/ Kota, silakan membuat pendataan untuk validasi data. Mari bareng-bareng kita lihat yang faktual,” ujar Herru Setiadhie, Kepala Bappeda Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan persentase data Bappeda di tujuh lokasi pilot PKPM, desa miskin kategori tinggi sudah masuk dalam penanganan PNPM Mandiri. Jika fokus utama dititikberatkan pada desa miskin kategori tinggi, dampak PNPM di Jawa Tengah akan semakin besar.
“Kalau semua potensi sumber dana betul-betul fokus pada arah sasaran, mestinya (angka kemiskinan) terusik. Dengan syarat, BPS-nya mau responsif. BPS itu gap-nya dua tahun. Data itu menjadi basis pengingat dan pendorong kita. Tapi, bukan menjadi hambatan untuk emosi mencari akar permasalahan data, sementara orang (miskin) semakin terpuruk,” ujar Herru.
Kepala Bappeda mengusulkan langkah yang perlu segera diambil untuk mewujudkan Desa Berdikari. Pembentukan tim pakar dari berbagai disiplin ilmu menjadi langkah awal untuk perumusan konsep. Persiapan Desa Berdikari memerlukan buku pedoman yang disusun bersama dan disosialisasikan ke khalayak luas. Pemilihan desa model Berdikari, pelatihan pendamping desa, penggalian isu strategis, hingga implementasi program kegiatan menjadi langkah lanjutan dalam mewujudkan Desa Berdikari.
“Presiden kita nanti juga dari desa, dari Solo, profilnya Jawa Tengah. Kalau Jawa Tengah bagus nanti bisa jadi prototipe. Kalau kita serius, bisa memperoleh kesempatan,” ujar Herru.

Bagian II Merumuskan Rencana Aksi PKPM
Peningkatan Peran Daerah dalam PKPM: Merumuskan Rencana Aksi
• 17 September 2014
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, Deputi Menko Kesra Sujana Royat,
dan Rudy S Prawiradinata selaku Direktur Penanggulangan Kemiskinan Bappenas
bersama perwakilan 7 Kabupaten/ Kota Jawa Tengah
Tujuh Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah bersama mengikuti Workshop Peningkatan Peran Daerah dalam Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PKPM) di Semarang, Jawa Tengah pada 26-27 Agustus 2014. Pada hari kedua pelaksanaan workshop, para peserta membentuk Forum Group Discussion (FGD) untuk membahas pembagian peran pemerintah, hasil yang diharapkan, dan jadwal pelaksanaan. Peserta menajamkan rencana aksi terkait 10 komponen prioritas dalam pelaksanaan UU Desa yaitu:
• Alokasi Anggaran & Mekanisme Penyaluran Dana
• Penyelenggaraan Pendampingan Desa
• Perencanaan & Penganggaran Desa
• Sistem & Mekanisme Tata Kelola yang Baik
• Kelembagaan Masyarakat
• Pengelolaan Aset Masyarakat
• Pengarusutamaan Program Kementerian/ Lembaga Berbasis Desa
• Pengelolaan Keuangan Desa
• Peningkatan Kapasitas Pelaku
• Sistem Informasi
Sujana Royat, Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat menjelaskan Jawa Tengah berperan sebagai model desentralisasi PNPM Mandiri. Jika hendak diterapkan di lokasi lain, maka pemerintah setempat bisa belajar ke Jawa Tengah. Selain Jawa Tengah, Aceh juga direncanakan masuk sebagai lokasi pilot selanjutnya.
Model desentralisasi melalui PKPM untuk mencapai Desa Berdikari ini akan menjadi tahap lanjut dari pelaksanaan PNPM Mandiri mendatang. Dalam Desa Berdikari, pemerintah berkomitmen agar pengurangan kemiskinan dan perluasan cakupan bisa menyentuh semua lapisan individu yang dikategorikan miskin di desa-desa.
Peningkatan peran daerah ini bertujuan agar aksi dipimpin langsung oleh Gubernur selaku Ketua Pengendali di Jawa Tengah. Pokja Pengendali PNPM Mandiri di tingkat Pusat siap memberikan dukungan untuk penyerahan estafet percepatan penanggulangan kemiskinan di desa ini.
“Tidak mungkin pemberdayaan masyarakat berlangsung sama dari Aceh hingga Papua, perlu kearifan lokal. Desentralisasi juga bertujuan agar pemberdayaan masyarakat lebih masuk ke hati masyarakat,” ujar Sujana selaku Ketua Pokja Pengendali PNPM Mandiri.
Senada dengan Sujana, Rudy S Prawiradinata, Direktur Penanggulangan Kemiskinan Bappenas, menilai upaya ini sesuai dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Rancangan teknokratis juga memastikan peran daerah semakin besar untuk mendorong masyarakat mandiri.
“Kita sudah menyiapkan diskusi dengan Tim Transisi (Presiden Terpilih Jokowi- JK), hal-hal yang sifatnya makro dan mikro. Kita konkretkan lagi usaha pemberdayaan masyarakat,” ujar Rudy.
Pendampingan dan Pengawasan
Pembagian tugas dalam komponen pendampingan menempatkan pemerintah pusat untuk penyusunan pedoman, konsep biaya pendampingan termasuk remunerasi dan operasional, hingga menyediakan tenaga dan biaya pendampingan. Jumlah tenaga pendamping dan biaya pendamping profesional level provinsi disarankan peserta berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) PMD Tahun Anggaran 2014.
“Komitmen kita sama. Kami pun di Bappenas dalam menyusun RPJM Nasional. Rancangan teknokratis memasukkan pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu ujung tombak dalam penanggulangan kemiskinan. Kita sudah punya pengalaman banyak dari PNPM,” ujar Rudy S Prawiradinata, Direktur Penanggulangan Kemiskinan Bappenas.
Peran PNPM Mandiri sebagai mekanisme transisi UU Desa juga memuat komponen pendampingan. Fasilitator PNPM Mandiri disiapkan melalui peningkatan kapasitas untuk mendampingi pemerintah desa dalam penyusunan dokumen perencanaan dan anggaran desa. Lembaga-lembaga dari PNPM juga terlibat dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan pembangunan. Peserta merekomendasikan Tim 11 untuk membantu menyusun RPJMDes/RKPDes. Tim Verifikasi bisa membantu camat dalam evaluasi APBDes bersama dukungan Tim Pelaksana, Tim Pemantau, dan Tim Pemelihara.
Setelah berdiskusi, peserta merekomendasikan pemerintah propinsi untuk menyediakan tenaga dan biaya pendamping professional kontrak dalam ABPD Provinsi T.A 2015. Tenaga pendamping dalam pilot PKPM yakni pendamping teknis, termasuk penyuluh, dan penugasan setrawan dari SKPD sesuai dengan kebutuhan.
Pemerintah propinsi juga bertugas melaksanakan seleksi, mobilisasi, dan evaluasi kinerja tenaga pendamping profesional kontrak level kabupaten. Pemerintah Kabupaten/ Kota pun dilibatkan dalam proses tersebut. Posisi pemerintah propinsi juga dalam menandatangani surat Perjanjian Kontrak Kerja (SPKK) dan pembayaran seluruh tenaga pendamping professional kontrak level kabupaten dan kecamatan/desa. Peserta pun mengharapkan langkah ini dapat mengawal agar pembayaran gaji bisa tepat waktu.
Komponen pendampingan mendapat sorotan dari Gubernur Jawa, Ganjar Pranowo. Potensi luar biasa yang tersimpan desa dapat kehilangan arah tanpa penuntun. Dalam dialognya dengan masyarakat, Gubernur menemukan permasalahan dalam pengembangan usaha terletak pada modal, pasar, dan kontrol kualitas. Ganjar berharap penuntun masyarakat desa bisa datang dari PNPM Mandiri.
“Pendampingan itu sangat penting. Kasih duit, polanya hibah, tidak terkontrol, repot!” cetus mantan anggota DPR RI ini.
Bicara pendampingan, peserta merancang pula peran pemerintah Kabupaten/ Kota untuk menyusun data mapping kebutuhan dan ketersediaan tenaga pendamping teknis dan Setrawan dari SKPD. Pemerintah Kabupaten/ Kota ditugaskan untuk membuat Laporan bulanan kegiatan pendampingan, termasuk kemajuan kegiatan dan penyerapan, penggunaan dana, kendala dan rekomendasi.
Dari sisi Tata Kelola, Pengawasan, dan Pemantauan, peserta merekomendasikan rencana aksi untuk penyusunan regulasi dan pedoman. Kemenko Kesra akan mengonsep Pengendalian, pengawasan dan tata kelola. Kemendagri bertugas untuk membuat peraturannya. Di level propinsi, pemerintah berperan untuk melakukan koordinasi pengawasan, pemantauan, dan audit program. Kegiatan ini didukung peraturan Gubernur hingga petunjuk teknis evaluasi dan pelaporan PKPM. Dalam proses pelaksanaan, semua level pemerintah bekerja sama melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi kegiatan pendampingan.
“Pemantauan uang-uang ke desa bukan hanya sekadar penyerapan sekian persen fisik, keuangan terjadi di desa. Lebih ke arah manfaat,” ujar Pamuji Lestari, Asisten Deputi Urusan Pemberdayaan Masyarakat Kemenko Kesra.
Jika masyarakat menemukan masalah dalam pelaksanaan PKPM, Tim Pengelola Pengaduan Masyarakat yang ditugaskan pada pemerintah Kabupaten/ Kota harus siap menangani. Bupati/ Walikota pun harus mendukung dengan Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan supervisi pelaksanaan PKPM. TKPKD pun diharapkan siap dalam pengelolaan data terpadu, valid, dan terbaru.
emerintah propinsi pun memberikan dukungan dalam penyediaan sistem pelaporan masyarakat dengan memanfaaatkan yang sudah ada. Propinsi Jawa Tengah merekomendasikan sistem berbasis web LaporGub. Gubernur pun membaca langsung dan memiliki tim khusus untuk menangani laporan masyarakat melalui email langsung ke ganjar_gub@jatengprov.go.id.
“Paling gampang pengawasan menggunakan email. Selama ini, sistem pelaporan menggunakan foto; sebelum, saat dikerjakan, dan saat sudah jadi. Kemajuan pelaksanaan kegiatan dilaporkan mingguan kepada gubernur. Jika ada kasus, pemantauan dilakukan harian,” papar Ganjar.
Menyebarluaskan UU Desa
Penyebaran informasi mengenai Undang Undang Desa menjadi prioritas kegiatan dalam persiapan pilot PKPM dan implementasi UU Desa. Pemerintah Pusat segera menyusun Konsep dan Strategi Komunikasi dalam mensosialisasikan program kepada pelaksana program di tingkat propinsi hingga desa dan masyarakat.
Pengembangan sistem informasi pun harus disiapkan dengan mengevaluasi pola yang sudah berjalan di desa. Jika desa sudah memiliki sistem informasi, maka diperlukan peningkatan kapasitas lanjutan untuk tahap pengembangan.
“Dari tujuh kabupaten/ kota ini kita buat sistem informasinya. Saya mau pantau langsung. Bisa berkeliling terus ke situ, kurangnya opo (apa), mari berdiskusi. Nanti kita bisa lihat dari rencana aksi yang dibuat, tahapan-tahapan yang ada, kita buatkan sistemnya,” ujar Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Gubernur Jawa Tengah mengarahkan pelaksanaan PKPM berjalan di banyak desa miskin. Dalam pemilihan lokasi pilot PKPM, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk mengambil sampel desa termiskin dibandingkan dengan sampel desa yang sudah maju. Jika 2015 sudah menjalankan aksi, maka mulai 2016 sudah dapat melaksanakan akselerasi berkelanjutan. Selanjutnya perlu dikawal evaluasi dengan mengukur perubahan angka kemiskinan.
Peserta workshop menyepakati kegiatan prioritas yang akan dijalankan sebagai tindak lanjut. Pendalaman Materi untuk langkah terstruktur Pusat- Propinsi, persiapan mekanisme PNPM untuk implementasi UU Desa, sosialisasi UU Desa, penyusunan tenaga pendamping yang didukung anggaran dan peningkatan kapasitas, pelatihan PNPM untuk tahap UU Desa, dan pelatihan perangkat desa perlu disiapkan dalam diskusi lebih detail.
Diskusi ditutup dengan Penandatangan Kesepakatan Rencana Aksi Peningkatan Peran Daerah dalam Gerakan Nasional Pemberdayaan Masyarakat Menuju Desa Berdikari di Provinsi Jawa Tengah. Tujuh perwakilan Kabupaten/ Kota membubuhkan tanda tangan kesepakatan diwakili Djuwarni selaku Wakil Bupati Kebumen, Amrin Maruf sebagai perwakilan Kabupaten Banyumas, Wawang Wahyudi sebagai perwakilan Banjarnegara, Arida Hastuti sebagai perwakilan Cilacap, Agus Subagyo selaku perwakilan Wonosobo, Said Ramadhan sebagai perwakilan Purworejo, dan Prayitno yang mewakili pemerintah Kabupaten Purbalingga. Prosesi ini melibatkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, Deputi Menko Kesra Sujana Royat, dan Rudy S Prawiradinata selaku Direktur Penanggulangan Kemiskinan Bappenas.
Kesepakatan rencana aksi menekankan uji konsep pelaksanaan pedoman kebijakan pemberdayaan masyarakat yang dipadukan dengan konsep Desa Berdikari dalam rangka implementasi UU Desa. Seluruh pihak yang hadir menyepakati pembagian peran dan rencana aksi yang meliputi 10 komponen pemberdayaan masyarakat dilaksanakan bersama Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Pemerintah Kabupaten.
Dalam pidato sambutan, Gubernur ingin menggugah kesadaran masyarakat desa dalam pendidikan politik. Masyarakat desa perlu memahami pentingnya proses perencanaan dalam pembangunan berkelanjutan. Perencanaan dengan nilai kultural setempat melalui musyawarah desa harus digairahkan kembali. Dengan besaran dana yang masuk ke desa, masyarakat bisa secara mandiri menjadi bagian dari solusi masalah desanya.
“‘Pak, jalan desa saya rusak!’ Sabar, Anda peduli sama desamu? Bilang minta musyawarah desa, bangun jalan itu! Berdebatlah yang keras bahwa itu memang penting! ‘Dananya darimana?’ Nanti 2015 dapat dana yang besar sekali. ‘Mintanya sekarang, Pak.’ Oh tidak bisa. Karena ini duitnya negara, semua harus dalam perencanaan,” papar Ganjar.
Sebagai tindak lanjut dari workshop ini, telah dilakukan lokakarya tingkat kabupaten di dua region. Lokakarya di Wonosobo mencakup tiga kabupaten, yaitu Wonosobo, Kebumen, dan Purworejo. Di Kabupaten Banyumas mencakup Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara. Lokakarya lanjutan ini juga membahas 10 komponen UU Desa dengan lebih merinci tindak lanjut masing-masing kabupaten. Lokakarya regional juga mengundang berbagai kepala desa yang telah menjalankan praktik baik seperti Kepala Desa Dermaji, Bayu Setyo Nugroho yang telah meraih Young Leaders Awards kategori Good Governance dari Beritasatu.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar